Bersalaman setelah shalat adalah
sesuatu yang dianjurkan dalam Islam karena bisa menambah eratnya persaudaraan
sesama umat Islam. Aktifitas ini sama sekali tidak merusak shalat seseorang
karena dilakukan setelah prosesi shalat selesai dengan sempurna.
Meskipun
demikian, banyak orang yang mempertanyakan tentang hukum bersalaman,
perbincangan seputar ini masih terfokus tentang bid’ah tidaknya bersalaman
ba’das sholat. Inilah yang perlu dijelaskan lebih lanjut. Ada beberapa hadits
yang menerangkan tentang bersalaman diantaranya adalah riwayat Abu Dawud:
عَنِ
اْلبَرَّاءِ عَنْ عَازِبٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ: قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَلْتَقِيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ
إلاَّ غُفِرَ لَهُمَا قَبْلَ أنْ يَتَفَرَّقَا
Artinya : Diriwayatkan dari al-Barra’ dari Azib r.a.
Rasulallah s.a.w. bersabda, “Tidaklah ada dua orang muslim yang saling bertemu
kemudian saling bersalaman kecuali dosa-dosa keduanya diampuni oleh Allah
sebelum berpisah.” (H.R. Abu Dawud)
عَنْ
سَيِّدِنَا يَزِيْد بِنْ اَسْوَدْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ: اَنَّهُ صَلَّى الصُّبْحَ
مَعَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَليْهِ وَسَلّمْ. وَقالَ: ثُمَّ ثَارَ النَّاسُ
يَأخُذوْنَ بِيَدِهِ يَمْسَحُوْنَ بِهَا وُجُوْهَهُمْ, فَأَخَذتُ بِيَدِهِ
فَمَسَحْتُ بِهَا وَجْهِيْ.(رواه البخارى)
Artinya : Diriwayatkan dari sahabat Yazid bin Aswad bahwa ia
shalat subuh bersama Rasulallah, lalu setelah shalat para jamaah berebut untuk
menyalami Nabi, lalu mereka mengusapkan ke wajahnya masing-masing, dan begitu
juga saya menyalami tangan Nabi lalu saya usapkan ke wajah saya. (H.R. Bukhari,
hadits ke 3360).
عَن
قلَدَة بن دِعَامَة الدَّوْسِيْ رَضِيَ الله عَنهُ قالَ قلْتُ لاَنَسْ : اَكَانَتِ
اْلمُصَافحَة فِى اَصْحَابِ رَسُوْلِ الله, قالَ نَعَمْ.
Artinya :Dari Qaladah bin Di’amah
r.a. berkata : saya berkata kepada Anas bin Malik, apakah mushafahah itu
dilakukan oleh para sahabat Rasul ? Anas menjawab : ya (benar)
Hadits-hadits di atas adalah menunjuk pada mushafahah secara umum, yang meliputi baik mushafahah setelah shalat maupun di luar setelah shalat.
Jadi pada intinya mushafahah itu benar-benar disyariatkan baik setelah shalat maupun dalam waktu-waktu yang lainnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh hadits di atas.
Pendapat para ulama.
1. Imam al-Thahawi.
Hadits-hadits di atas adalah menunjuk pada mushafahah secara umum, yang meliputi baik mushafahah setelah shalat maupun di luar setelah shalat.
Jadi pada intinya mushafahah itu benar-benar disyariatkan baik setelah shalat maupun dalam waktu-waktu yang lainnya. Sebagaimana yang telah dijelaskan oleh hadits di atas.
Pendapat para ulama.
1. Imam al-Thahawi.
تُطْلَبُ
اْلمُصَافحَة فَهِيَ سُنَّة عَقِبَ الصَّلاةِ كُلّهَا وَعِندَ كلِّ لَقِيٍّ
Artinya: Bahwa bersalaman setelah
shalat adalah sunah dan begitu juga setiap berjumpa dengan sesama Muslim.
2. Imam Izzuddin bin Abdissalam
Beliau berkata :
2. Imam Izzuddin bin Abdissalam
Beliau berkata :
اَنَّهَا
مِنَ اْلبِدَعِ المُبَاحَةِ
Artinya : (Mushafahah setelah
shalat) adalah masuk dalam kategori bid’ah yang diperbolehkan.
3. Syeikh Abdul Ghani an-Nabilisi
Beliau berkata :
3. Syeikh Abdul Ghani an-Nabilisi
Beliau berkata :
انَّهَا
دَاخِلَة تحْت عُمُوْمِ سُنّةِ اْلمُصَافحَةِ مُطْلقا
Artinya : Mushafahah setelah shalat
masuk dalam keumuman hadits tentang mushafahah secara mutlak.
4. Imam Muhyidin an-Nawawi
Beliau berkata :
4. Imam Muhyidin an-Nawawi
Beliau berkata :
اَنَّ
اْلمُصَا فحَة بَعْدَ الصَّلاة وَدُعَاء المُسْلِمِ لآخِيْهِ اْلمُسْلِمِ بِأنْ
يَّتقبَلَ الله مِنهُ صَلاتهُ بِقوْلِهِ (تقبَّلَ الله) لاَ يَخفى مَا فِيْهِمَا
مِنْ خَيْرٍ كَبِيْرٍ وَزِيَادَةِ تَعَارُفٍ وَتألُفٍ وَسَبَب لِرِبَطِ القلوْبِ
وَاِظهَار للْوَحْدَةِ وَالترَابُطِ بَيْنَ اْلمُسْلِمِينْ.
Artinya :
Sesungguhnya mushafahah setelah shalat dan mendoakan saudara muslim supaya
shalatnya diterima oleh Allah, dengan ungkapan (semoga Allah menerima shalat
anda), adalah di dalamnya terdapat kebaikan yang besar dan menambah kedekatan
(antar sesama) dan menjadi sabab eratnya hati dan menampakkan kesatuan antar
sesama umat Islam.]
(Disarikan dari buku Tradisi Amaliah NU dan Dalil-Dalilnya, LTM-PBNU)
(Disarikan dari buku Tradisi Amaliah NU dan Dalil-Dalilnya, LTM-PBNU)
0 komentar:
Posting Komentar